Selasa, 12 Februari 2013

KAKAKKU MOTIVASIKU


Aku tak berdaya dengan keadaan ini. Meski aku merasa kemampuanku telah dinafikan oleh mereka, tapi aku akan tetap berusaha untuk membuktikan pada mereka atas kemampuan yang kumiliki, bukan karena kakakku.

Tak ku pungkiri, aku memang adik seorang guru bahasa inggris yang pintar dan tampan. Ia mengajar di sekolah yang sama dimana aku belajar. Kelihaiannya dalam mengajar membuat banyak muridnya terkagum-kagum padanya. Tapi bukan berarti aku selalu dikait-kaitkan dengannya. Mereka mengenalku bukan dari kemampuan dan prestasiku. Tapi mereka mengenalku hanya karena aku adalah adik dari seorang guru jejaka yang mengajar bahasa inggris disana. 

Memang hal itu tak berpengaruh besar bagiku, namun aku merasa risih jika para kakak kelas, teman-teman sekelas, bahkan sebagian guru memanggilku dengan sebutan “adiknya Mr. An” bukan namaku sendiri. Banyak orang yang mengenalku hanya karena aku adalah adik dari guru tampan yang mengajar bahasa inggris. Mungkin aku terlihat biasa aja mendengarnya, tapi hatiku sungguh perih saat mereka melihatku dengan tatapan yang bagiku “ada maunya”. Tak jarang aku pun menjadi sasaran kakak-kakak kelas cewek untuk menyampaikan salam atau pesan mereka pada kakak.

Bukan hanya itu, mereka menganggap bahwa aku masuk kelas unggulan karena ada campur tangan kakakku, bukan karena kemampuanku sendiri. Segala sesuatu tentangku di sekolah, pasti dikaitkan dengannya. Aku pun merasa dibayangi oleh keberadaan kakak disana. Aku pun merasa takut, kalau aku sampai melakukan kesalahan yang dapat mencoreng namanya.

Namun dibalik itu, ada rasa bangga dan hormat bagiku yang tiada tara padanya. Walau bagaimanapun, itulah pekerjaan pertamanya. Pekerjaan paruh waktu yang ia lakukan disela-sela aktifitasnya sebagai seorang mahasiswa. Hal itu ia lakukan demi kesenangannya mengajar dan ia pun mempunyai sedikit tambahan untuk biaya kuliahnya. Orang tuaku memang masih mampu membiayainya kuliahnya. Namun dengan hasil kerjanya sendiri, ia akan lebih menghargai uang dan waktunya.

Aku tak mungkin pungkiri itu semua. Berdasar dari itu juga aku harus menjadikannya sebagai sebuah peluang. Peluang menuju kesuksesan. Aku tak ingin mereka menganggapku hanya numpang tenar pada kakakku saja. Dari itu, selama ini aku yang bermalas-malasan menjadi sedikit bergairah dalam belajar.

Dengan semangat yang ada, aku tak ingin segala sesuatu pada diriku atas embel-embel “kakak”. Dan aku pun termotivasi untuk bisa menjadi lebih baik darinya. Pastinya dengan prestasi yang aku raih.

Perjuanganku ternyata tak sia-sia, aku mendapat peringkat pertama dikelas. Mungkin ini suatu keajaiban bagiku, bisa mengalahkan seorang teman yang kemampuannya lebih daripada aku. Tapi mungkin inilah hasil kerja keras yang kulakukan belakangan ini. Aku yakin demi sebuah keinginan dan cita-cita, aku akan bisa mendapatkannya.

Mungkin inilah langkah awal bagiku untuk mewujudkan harapan-harapanku. Nama kakak juga mulai luntur dari bayanganku. Mereka sudah sedikit mulai percaya dengan kemampuan yang aku punya. Aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dan aku akan terus berjuang demi masa depanku.

Berangkat dari setiap perkembangan yang ada pada diriku. Aku pun berniat maju dalam sebuah pilihan. Sebuah pilihan yang menuntutku untuk belajar lebih keras lagi. Aku ingin masuk ke dunia kampus dengan beasiswa dari prestasi yang aku toreh. Berat memang. Tapi inilah sebuah pilihan.

Dan alangkah bahagianya, saat niat baikku disambut baik oleh orang tua dan kakakku. Mereka sangat mendukung keinginanku. Begitu juga dengan guru-guruku. Mereka berharap aku lolos dari tes seleksi yang masih di selenggarakan di sekolah, sebelum aku mengikuti tes langsung ke Surabaya. Keadaan tersebut menuntut aku untuk belajar lebih giat lagi. Dan hal itupun tak masalah bagiku karena aku yakin dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan.

Aku lolos dalam seleksi yang diadakan secara intern itu. Dan dalam waktu tak lama dari seleksi internal di sekolah, aku akan menjalani tes ke Surabaya. Aku merasa sedikit lega karena kakak tak henti-henti memberikan motivasi buatku. Ia telah menenangkan pikiranku dengan kata-katanya yang indah. Ia terus memberikan dorongan bagiku untuk tetap semangat menjalani tes. Ia pun menceritakan semua perjalanan hidupnya. Tak ku sangka ia mampu  menjalani kehidupan yang bagiku sangat menyakitkan. Sewaktu ia masih sekolah, teman-temannya sering mengejek dan meremehkan kemampuannya. Mereka menganggap kakak orang bodoh yang hanya bisa mengandalkan kekuatan fisiknya. Mulai saat itulah ia bangkit. Ia ingin membuktikan pada mereka bahwa bukan hanya kekuatan otot dan tampang yang ia punya, ia pun punya kekuatan otak yang dapat ia banggakan. Itulah awalnya mengapa ia mempunyai semangat tinggi untuk belajar. Dan perjuangannya pun tak sia-sia, ia  berhasil mendapatkan prestasi yang luar biasa, yang berdampak ia bisa mencari pekerjaan dengan mudah. Tapi yang terpenting sebagai awal karirnya ia ingin menjadi pengajar. Untuk selanjutnya ia belum fikirkan.

Hmmm. Mendengar cerita-ceritanya aku semakin bersemangat untuk mendapatkan beasiswa itu. Namun jikalau memang aku tak mendapatkannya, mungkin Tuhan telah menakdirkan aku yang lain.
* * *

Tiga bulan lebih terlewati. Namun aku tak terima kabar apapun tentang hasil penerimaan beasiswa itu.  Penat rasanya menunggu hasil yang tak pasti itu keluar. Sampa aku pun mulai putus asa. Aku tak memperdulikannya lagi. Aku tak lagi mengharapkan beasiswa itu. Aku akan melalui perjalanan hidup ini apa adanya. Aku sudah tak perduli lagi, apa kata orang tentangku. Yang terpenting, aku sudah berusaha.

Dan sungguh suatu keajaiban yang luar biasa dari-Nya. Dan mungkin inilah keberuntungan terbesar yang ku alami selama hidupku. Aku bersama 2 anak yang lain bisa medapatkan beasiswa itu. Dengan cepat berita itu menyebar. Ada senyum bangga orang tua dan kakak persembahkan untukku. Begitu juga dengan guru dan teman-temanku. Mereka tak lagi memandangku dengan sebelah mata. Yang segala sesuatunya karena kakakku. Kusadari ini bukan akhir dari segalanya, namun paling tidak aku sudah bisa membuktikan bahwa aku bisa berpijak dengan kemampuanku sendiri. Dan semua ini tak lepas dari peran kakakku.


“Kakak, engkaulah sumber inspirasi dan motivasi bagiku. Terima kasih. ” Ucapku lirih.

1 komentar: