Aku
tak berdaya dengan keadaan ini. Meski aku merasa kemampuanku telah dinafikan
oleh mereka, tapi aku akan tetap berusaha untuk membuktikan pada mereka atas
kemampuan yang kumiliki, bukan karena kakakku.
Tak
ku pungkiri, aku memang adik seorang guru bahasa inggris yang pintar dan
tampan. Ia mengajar di sekolah yang sama dimana aku belajar. Kelihaiannya dalam
mengajar membuat banyak muridnya terkagum-kagum padanya. Tapi bukan berarti aku
selalu dikait-kaitkan dengannya. Mereka mengenalku bukan dari kemampuan dan
prestasiku. Tapi mereka mengenalku hanya karena aku adalah adik dari seorang
guru jejaka yang mengajar bahasa inggris disana.
Memang
hal itu tak berpengaruh besar bagiku, namun aku merasa risih jika para kakak
kelas, teman-teman sekelas, bahkan sebagian guru memanggilku dengan sebutan
“adiknya Mr. An” bukan namaku sendiri. Banyak orang yang mengenalku hanya
karena aku adalah adik dari guru tampan yang mengajar bahasa inggris. Mungkin
aku terlihat biasa aja mendengarnya, tapi hatiku sungguh perih saat mereka
melihatku dengan tatapan yang bagiku “ada maunya”. Tak jarang aku pun menjadi
sasaran kakak-kakak kelas cewek untuk menyampaikan salam atau pesan mereka pada
kakak.
Bukan
hanya itu, mereka menganggap bahwa aku masuk kelas unggulan karena ada campur
tangan kakakku, bukan karena kemampuanku sendiri. Segala sesuatu tentangku di
sekolah, pasti dikaitkan dengannya. Aku pun merasa dibayangi oleh keberadaan
kakak disana. Aku pun merasa takut, kalau aku sampai melakukan kesalahan yang
dapat mencoreng namanya.
Namun
dibalik itu, ada rasa bangga dan hormat bagiku yang tiada tara padanya. Walau
bagaimanapun, itulah pekerjaan pertamanya. Pekerjaan paruh waktu yang ia
lakukan disela-sela aktifitasnya sebagai seorang mahasiswa. Hal itu ia lakukan
demi kesenangannya mengajar dan ia pun mempunyai sedikit tambahan untuk biaya
kuliahnya. Orang tuaku memang masih mampu membiayainya kuliahnya. Namun dengan
hasil kerjanya sendiri, ia akan lebih menghargai uang dan waktunya.
Aku
tak mungkin pungkiri itu semua. Berdasar dari itu juga aku harus menjadikannya
sebagai sebuah peluang. Peluang menuju kesuksesan. Aku tak ingin mereka
menganggapku hanya numpang tenar pada kakakku saja. Dari itu, selama ini aku
yang bermalas-malasan menjadi sedikit bergairah dalam belajar.
Dengan
semangat yang ada, aku tak ingin segala sesuatu pada diriku atas embel-embel “kakak”.
Dan aku pun termotivasi untuk bisa menjadi lebih baik darinya. Pastinya dengan
prestasi yang aku raih.
Perjuanganku
ternyata tak sia-sia, aku mendapat peringkat pertama dikelas. Mungkin ini suatu
keajaiban bagiku, bisa mengalahkan seorang teman yang kemampuannya lebih daripada
aku. Tapi mungkin inilah hasil kerja keras yang kulakukan belakangan ini. Aku
yakin demi sebuah keinginan dan cita-cita, aku akan bisa mendapatkannya.
Mungkin
inilah langkah awal bagiku untuk mewujudkan harapan-harapanku. Nama kakak juga
mulai luntur dari bayanganku. Mereka sudah sedikit mulai percaya dengan
kemampuan yang aku punya. Aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dan aku
akan terus berjuang demi masa depanku.
Berangkat
dari setiap perkembangan yang ada pada diriku. Aku pun berniat maju dalam
sebuah pilihan. Sebuah pilihan yang menuntutku untuk belajar lebih keras lagi.
Aku ingin masuk ke dunia kampus dengan beasiswa dari prestasi yang aku toreh.
Berat memang. Tapi inilah sebuah pilihan.
Dan
alangkah bahagianya, saat niat baikku disambut baik oleh orang tua dan kakakku.
Mereka sangat mendukung keinginanku. Begitu juga dengan guru-guruku. Mereka
berharap aku lolos dari tes seleksi yang masih di selenggarakan di sekolah,
sebelum aku mengikuti tes langsung ke Surabaya. Keadaan tersebut menuntut aku
untuk belajar lebih giat lagi. Dan hal itupun tak masalah bagiku karena aku
yakin dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan.
Aku
lolos dalam seleksi yang diadakan secara intern itu. Dan dalam waktu tak lama dari
seleksi internal di sekolah, aku akan menjalani tes ke Surabaya. Aku merasa
sedikit lega karena kakak tak henti-henti memberikan motivasi buatku. Ia telah
menenangkan pikiranku dengan kata-katanya yang indah. Ia terus memberikan
dorongan bagiku untuk tetap semangat menjalani tes. Ia pun menceritakan semua
perjalanan hidupnya. Tak ku sangka ia mampu
menjalani kehidupan yang bagiku sangat menyakitkan. Sewaktu ia masih
sekolah, teman-temannya sering mengejek dan meremehkan kemampuannya. Mereka
menganggap kakak orang bodoh yang hanya bisa mengandalkan kekuatan fisiknya. Mulai
saat itulah ia bangkit. Ia ingin membuktikan pada mereka bahwa bukan hanya
kekuatan otot dan tampang yang ia punya, ia pun punya kekuatan otak yang dapat
ia banggakan. Itulah awalnya mengapa ia mempunyai semangat tinggi untuk
belajar. Dan perjuangannya pun tak sia-sia, ia
berhasil mendapatkan prestasi yang luar biasa, yang berdampak ia bisa mencari
pekerjaan dengan mudah. Tapi yang terpenting sebagai awal karirnya ia ingin
menjadi pengajar. Untuk selanjutnya ia belum fikirkan.
Hmmm.
Mendengar cerita-ceritanya aku semakin bersemangat untuk mendapatkan beasiswa
itu. Namun jikalau memang aku tak mendapatkannya, mungkin Tuhan telah menakdirkan
aku yang lain.
*
* *
Tiga
bulan lebih terlewati. Namun aku tak terima kabar apapun tentang hasil
penerimaan beasiswa itu. Penat rasanya
menunggu hasil yang tak pasti itu keluar. Sampa aku pun mulai putus asa. Aku tak
memperdulikannya lagi. Aku tak lagi mengharapkan beasiswa itu. Aku akan melalui
perjalanan hidup ini apa adanya. Aku sudah tak perduli lagi, apa kata orang
tentangku. Yang terpenting, aku sudah berusaha.
Dan
sungguh suatu keajaiban yang luar biasa dari-Nya. Dan mungkin inilah
keberuntungan terbesar yang ku alami selama hidupku. Aku bersama 2 anak yang
lain bisa medapatkan beasiswa itu. Dengan cepat berita itu menyebar. Ada senyum
bangga orang tua dan kakak persembahkan untukku. Begitu juga dengan guru dan
teman-temanku. Mereka tak lagi memandangku dengan sebelah mata. Yang segala sesuatunya
karena kakakku. Kusadari ini bukan akhir dari segalanya, namun paling tidak aku
sudah bisa membuktikan bahwa aku bisa berpijak dengan kemampuanku sendiri. Dan
semua ini tak lepas dari peran kakakku.
“Kakak,
engkaulah sumber inspirasi dan motivasi bagiku. Terima kasih. ” Ucapku lirih.
Halo Kakak, saya minta izin karya tulis kakak, buat tugas🙏🙏
BalasHapus